Minggu, 07 Januari 2018

TULISANKE 2 - Pengawasan dan Pengendalian Kualitas Udara



 

NAME            : AHMADI, SKM
DATE             : 08 Januari 2018
WORK           : STIKes Ibnu Sina Batam






 PENGAWASAN KUALITAS UDARA DI LINGKUNGAN INDUSTRI

A. PENDAHULUAN                             
1. UDARA
Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Sifat udara tidak tampak mata, tidak berbau dan tidak berasa. Kehadiran udara hanya dapat dilihat dari adanya angin yang menggerakkan benda. Udara termasuk salah satu jenis sumber daya alam karena memiliki banyak fungsi bagi makhluk hidup.
Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring dengan ketinggian. Apabila udara semakin dekat dengan lapisan troposfer maka udara udara tersebut akan semakin tipis, sehingga apabila melewati batas gravitasi bumi maka udara akan hampa sama sekali.
Begitu juga hal nya dengan proses kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, apabila makhluk hidup bernafas dan menghirup oksigen di udara, maka kandungan oksigen di udara akan berkurang, sementara kandungan kanbondioksida akan bertambah, maka ketika itulah proses fotosintesa berperan untuk memulihkan kandungan oksigen di udara (oksigen kembali dibebaskan)

2. KANDUNGAN UDARA
Udara terdiri dari 3 unsur utama, yaitu udara kering, uap air dan aerosol. Kandungan udara kering adalah 78% Nitrogen, 20% Oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbon Dioksida, 0,003% gas-gas lain (Neon, Helium, Metana, Kripton, Hidrogen, Xenon, Ozon, Radon).
Uap air yang ada pada udara berasal dari evaporasi (penguapan) pada laut, sungai, danau, dan tempat berair lainnya. Aerosol adalah benda berukuran kecil, seperti garam, karbon, sulfat, nitrat, kalium, serta partikel dari gunung berapi.

B. PEMBAHASAN
1. PENCEMARAN UDARA
Pencemaran udara adalah hadirnya kontaminan diruang terbuka dengan konsentrasi dan durasi yang sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan gangguan, merugikan atau berpotensi merugikan kesehatan manusia atau hewan, tumbuhan atau benda-benda lainnya yang dapat mempengaruhi kenyamanan.
Udara dikatakan tercemar apabila kualitasnya telah melampaui nilai ambang batas (NAB) menurut baku mutu yang telah ditetapkan.
Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
Pada umumnya pencemaran yang diakibatkan oleh sumber alami sukar diketahui besarnya, walaupun demikian masih mungkin kita memperkirakan banyaknya polutan udara dari setiap akitivitas.
Polutan udara sebagai hasil aktivitas manusia, umumnya lebih mudah diperkirakan banyaknya, terlebih jika diketahui jenis bahan, spesifikasi bahan, proses berlangsungnya aktivitas tersebut, serta spesifikasi satuan yang digunakan dalam proses maupun pasca prosesnya.
Sumber pencemaran udara dapat di golongkan menjadi 2 (dua), yaitu :
  1. Sumber Pencemar udara alami, yaitu sumber pencemar udara yg terjadi akibat dari alam seperti : akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, nitrifikasi dan denitrifikasi biologi
  2. Sumber pencemar udara buatan (akibat perbuatan manusia) misalnya : dari kegiatan transportasi, emisi pabrik, dll
Sedangkan jenis-jenis pencemaran udara dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu :
  1. Pencemaran udara primer
Yaitu substansi pencemar ditimbulkan langsung dari sumber pencemar. Karbon monoksida adalah salah satu contoh pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran.

  1. Pencemaran udara sekunder
Yaitu substansi pencemar terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar di atmosfer. Pembentukan ozon dalam proses fotokimia adalah contoh pencemaran sekunder. Atmosfer merupakan sebuah sistem yang kompleks, dinamik, dan rapuh.
Dalam hal ini industri selalu dikaitkan dengan sumber pencemar, karena industri merupakan kegiatan yang sangat tampak dalam pembebasan berbagai senyawa kimia kedalam lingkungan alam. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengawasan lingkungan khususnya kualitas udara menjadi konsentrasi bagi perusahaan dan kegiatan yang menghasilkan emisi pencemaran udara.
Prinsip pengawasan kualitas udara sudah tercantum didalam peraturan yang telah ditetapkan didalam dokumen izin lingkungan hidup setiap perusahaan (AMDAL, UKL-UPL, dll). Dalam hal sampling dan pengukuran, peran dan fungsi dari Laboratorium Lingkungan sangat penting baik Pemerintah ataupun Swasta.
Untuk memahami lebih dalam dampah negatif cemaran udara terhadap lingkungan dan kesehatan maka yang harus di kaji terlebih dahulu adalah kualitas udara.
Udara dapat di golongkan menjadi 2 (dua), yaitu udara ambien dan udara emisi.
A.    Udara Ambien
Udara ambien merupakan udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Dalam keadaan normal udara ambien ini akan terdiri dari :
-          Gas nitrogen (78%)
-          Oksigen (20%)
-          Argon (0,93%) dan
-          Gas karbon dioksida (0,03%).  
Baku mutu udara ambien  merupakan ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Pemerintah menetapkan baku mutu udara ambien sebagai batas maksimum kualitas udara ambien nasional yang diperbolehkan untuk di semua kawasan di seluruh Indonesia. Arah dan tujuan dari penetapan baku mutu udara ambien nasional adalah untuk mencegah pencemaran udara dalam rangka pengendalian pencemaran udara nasional.
Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Tiap negara memiliki standar baku mutu udara yang berbeda
B.     Udara Emisi
Udara emisi adalah udara yang langsung dikeluarkan oleh sumber emisi seperti cerobong gas buang pabrik dan knalpot kendaraan bermotor. Kualitas udara di lingkungan industri dalam hal ini udara emisi bisa mencemari udara ambien atau tidak mencemari udara ambien tergantung dari pengelolaan lingkungannya,. Parameter-parameter kualitas udara emisi yang dipantau umumnya hampir sama seperti gas SOx, CO, NO2, H2S, NH3 dan partikulat yang berbentuk padat.
Kendaraan bermotor adalah salah satu sumber pencemar udara yang berasal dari proses pembakaran bahan bakar khususnya untuk daerah perkotaan. Emisi gas buang yang keluar dari kendaraan bermotor pada umumnya mempunyai karakteristik bahan pencemar seperti: Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO), Partikulat debu, Hidro Karbon (NMHC) dan bahan-bahan organik lainnya.  Disamping itu juga bisa ditetapkan parameter lainnya tergantung dari hasil inventarisasi sumber emisi yang ada.
Sedangkan debu (partikulat) dapat berasal dari alam ataupun kegiatan manusia. Sumber alam, contoh: letusan gunung berapi dan dekomposisi material. Sedangkan dari kegiatan manusia berasal dari pembakaran bahan bakar fossil. Ukuran partikel bervariasi mulai dari yang kasat mata hingga yang tidak terdeteksi sehingga harus memerlukan peralatan khusus. Dalam konteks udara maka ukuran partikel dibedakan antara PM10, PM2.5 serta TSP. Angka 10 dan 2.5 menunjukkan diameter partikel dalam mikron (µ).
Untuk menguji partikel dengan ukuran ≤ 2,5 μm dan ukuran ≤ 10 μm, BSN melalui Komitek Teknis 13-03 Kualitas Lingkungan sedang merumuskan SNI 7119.14:201X dengan judul: Udara ambien – Bagian 14 : Cara uji partikel dengan ukuran ≤ 2,5 μm (PM2,5) menggunakan peralatan high volume air sampler (HVAS) dengan metode gravimetric dan juga SNI 7119.15:201X Udara ambien – Bagian 15 : Cara uji partikel dengan ukuran ≤ 10 μm (PM10) menggunakan peralatan high volume air sampler (HVAS) dengan metode gravimetric dan Standar ini digunakan untuk penentuan partikel dengan ukuran ≤ 2,5 μm dan ukuran ≤10 μm (PM10) dalam udara ambien di lingkungan hidup, menggunakan alat High Volume Air Sampler (HVAS) dengan nilai rata-rata laju alir 1,1 m3/menit sampai dengan 1,7 m3/menit selama 24 jam pada konsentrasi minimum 5 μg/Nm3.
Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara (terutama jika konsentrasi gas itu melebihi dari tingkat konsentrasi latar normal) baik gas yang berasal dari sumber alami atau sumber yang berasal dari kegiatan manusia (anthropologic sources). Untuk mengatahui standart konsentrasi kandungan gas di atmosfer dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Konsentrasi gas di dalam atmosfer bersih dan kering
Jenis Gas
Rumus Kimia
Konsentrasi
(ppm Volume)
Konsentrasi
 (% Volume)
Nitrogen
N2
780900
78.09
Oksigen
O2
209500
20.95
Argon
Ar
9300
0.93
Karbondioksida
CO2
320
0.032
Neon
Ne
18
0.0018
Helium
He
5.2
0.00052
Metan
CH4
1.5
0.00015
Krypton
Kr
1.0
0.0001
Hydrogen
H2
0.5
0.00005
Dinitrogen Oksida
N2O
0.2
0.00002
Karbonmonoksida
CO
0.1
0.00001
Xenon
Xe
0.08
0.000008
Ozon
O3
0.02
0.000002
Ammonia
NH3
0.006
0.0000006
Nitrogen Dioksida
NO2
0.001
0.0000001
Sulfur Dioksida
SO2
0.0002
0.00000002
Hydrogen Sulfida
H2S
0.0002
0.00000002
(Peave et al,1986:423)
Lapisan udara yang menjadi perhatian utama dalam kaitan dengan pencemaran adalah troposfer. Pada lapisan inilah terjadi peristiwa hujan asam. Hujan asam ini diakibatkan oleh reaksi dari gas SOx dan NOx dengan H2O di dalam atmosfer serta sinar matahari yang menghasilkan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (H2NO3). Asam ini dapat merusak/mematikan tumbuhan, hewan bahkan manusia serta mmerusak bangunan. (Peave et al, 1986)
1.      Faktor Emisi
Apabila sejumlah tertentu bahan bakar dibakar, maka akan keluar sejumlah tertentu gas hasil pembakarannya.
Misalnya, batu bara (C), jika dibakar sempurna dengan O2 (Oksigen) akan dihasilkan CO2 (karbon dioksida). Namun pada kenyataannya tidaklah demikian, setiap batu bara yang dibakar dihasilkan pula produk lain selain CO2, yaitu CO (karbon monoksida), HCHO (aldehida), CH4 (metana), NO2 (nitrogen dioksida), SO2 (sulfur dioksida) maupun abu. Produk hasil pembakaran selain CO2 disebut sebagai Pollutan (zat pencemar).
Faktor emisi didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang dihasilka oleh terbakarnya sejumlah tertentu bahan bakar selama kurun waktu tertentu.
Jika faktor emisi suatu polutan diketahui, maka banyaknya polutan yang lolos dari proses pembakaran dapat diketahui jumlahnya persatuan waktu.
Faktor emisi berbagai jenis bahan bakar diperoleh atas hasil pengukuran berulang-ulang pada berbagai sumber emisi dengan tipe sistem yang sama. Oleh karena itu walaupun bahan bakarnya sama, jika tipe sistemnya berbeda, maka emisi polutannya akan berbeda besarnya.
Beberapa Faktor Emisi (FE) berbagai bahan bakar maupun tipe sistem yang digunakan, disajikan pada tabel di bawah ini :

FAKTOR EMISI POLUTAN PADA PEMBAKARAN BATU BARA (lb/ton coal)
POLUTAN
POWER PLANT
INDUSTRI
RT/KANTOR
Aldehid (HCHO)
0,005
0,005
0,005
CO
0,5
3
50
CH4
0,2
1
10
NO2
20
20
8
SO2
38S
38S
38S
Partikulat
16A
16A
16A
Sumber : Perkins. 1974
Keterangan :
S               : % sulfur dalam batu bara
A              : % abu dalam batu bara

2. DAMPAK PENCEMARAN UDARA
Alam dan kegiatan manusia serta industri membebaskan senyawa kimia ke lingkungan udara. Jika senyawa itu adalah asing untuk komposisi udara atau konsentrasi suatu jenis senyawa itu melebihi nilai ambang batas (TLV: threshold limit value), maka udara itu mengalami pencemaran. Dampak pencemaran udara dapat menyerang berbagai sektor kehidupan manusia dan makhluk hidup di bumi, adapun dampak pencemaran udara terhadap kehidupan manusia dan lingkungan sebagai berikut :
  1. Dampak Terhadap Kesehatan
Dampak pencemaran debu bisa menyebabkan penyakit paru-paru (bronchitis) serta penyakit saluran pernafasan lainnya. Sedangkan dampak pencemaran oleh zat kimia seperti karbon monoksida dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada hemoglobin.
Dalamnya penetrasi polutan polusi udara ke dalam tubuh tergantung kepada jenis zat pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernafasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru bagian dalam (bahkan sampai ke alveolus). Dari paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
  1. Dampak Terhadap Ekonomi
Hasil kajian Bank Dunia menemukan bahwa dampak ekonomi akibat dari pencemaran udara di indonesia sebesar Rp. 1,8 Trilyun dan meningkat menjadi 4,3 trilyun pada tahun 2015.
  1. Dampak Terhadap Sosial
Dampak sosial akibat dari pencemaran udara adalah manusia dan makhluk hidup lainnya akan tidak dapat lagi menikmati udara segar dan sehat, karena setiap harinya akan terus melihat dan menghirup asap, akibatnya aktifitas sosial menjadi terhambat
  1. Dampak Terhadap Pendidikan
Dampak dari segi pendidikan adalah pencemaran udara dapat mempengaruhi tingkat belajar para siswa.mereka akan terhambat dalam hal berfikir, dan terhambat pula dalam menyelesaikan permasalahan
  1. Dampak Terhadap Pertanian
Pencemaran udara sangat berpengaruh pada sektor pertanian. Kurangnya lahan hijau tempat pohon melakukan proses fotosintesis karena dapat mengganggu pertumbuhan pohon. Tanaman juga akan rawan penyakit diantaranya klorosis, nekrosis, hal ini akan menyebabkan sirkulasi udara sehat berkurang sehingga udara menjadi kotor dan tidak baik untuk dihirup.
  1. Terjadinya Hujan Asam
Tingkat keasaman (pH) normail air hujan adalah 5,6. Jika polusi akibat SO2 dan NO2 yang bereaksi dengan air hujan maka akan dapat membentuk asam dan menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini mempengaruhi kualitas air permukaan. Hujan asam juga dapat melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan.
g. Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O dilapisan troposfer. Keseluruhan gas ini menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas akan terperangkap dalam lapisan troposfer sehingga menimbulkan fenomena pemanasan global.
Dampak dari pemanasan global tersebut diantaranya adalah terjadinya pencairan es di kutub utara, naiknya permukaan air laut, perubahan iklim, perubahan siklus hidup flora dan fauna.

  1. Kerusakan Lapisan Ozon
Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) dari permukaan bumi merupakann pelindung alami bumi. Lapisan ini berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Pembentukan dan penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang mencapai stratosfer dan bersidat sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekul-molekul ozon lebih cepat dari pembentukannya. Hal ini menyebabkan terbentuknya lubang-lubang pada lapisan ozon. Kerusakan lapisan ozon menyebabkan sinar UV-B matahari tidak terfilter dan akhirnya dapat mengakibatkan kanker kulit serta penyakit pada tanaman.
Ross [1972] menyatakan bahwa pencemaran udara yang merupakan akibat dari kegiatan manusia dibangkitkan oleh enam sumber utama:
1.      Pengangkutan
2.      Kegiatan rumah tangga
3.      Pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar minyak atau batubara
4.      Pembakaran sampah
5.      Pembakaran sisa pertanian dan
6.      Kebakaran hutan
Dalam hal ini industri memberikan bagian yang relative kecil pada pencemaran atmosferik jika dibandingkan dengan pengangkutan. Meskipun industri dalam kenyataannya memberikan bagian yang kecil dalam emisi senyawa pencemar, tetapi sumber ini mudah diamati, karena industri merupakan sumber pencemaran tiitik (point source of pollution). Bagian paling besar yang dibebaskan oleh industri adalah padatan renik atau debu. Debu ini memberikan dampak negative bagi lingkungan biotik dan fisik.
Meskipun industri memberikan sumbangan pada pencemaran atmosferik yang relative rendah, namun industri harus dan wajib melakukan penanggulangan pencemaran. Pengendalian pencemaran ini akan mengakibatkan tingkat:
1.      Kesehatan masyarakat lebih baik
2.      Kenyamanan hidup yang lebih tinggi
3.      Resiko lebih rendah
4.      Kerusakan meteri yang rendah
5.      Kerusakan lingkungan lebih rendah atau menurun
Kendala yang harus dipertimbangkan dalam hal pencemaran udara adalah watak pencemaran itu sendiri. Watak ini tergantung:
1.      Jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan,
2.      Kondisi geografik, dan
3.      Kondisi meteorologik.

21.4.2    PRINSIP PENGGUNAAN INSTRUMEN PENGAWASAN
A.      PENGAWASAN PENCEMARAN UDARA
Pengawasan pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan industri dapat dilakukan dengan selau melakukan pemeriksaan sampel udara ambien di lingkungan industri dengan rujukan nilai kualitas udara ambien tidak boleh melebihi nilai ambang batas (NAB) nasional yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, pengawasan wajib dilakukan secara berkala sesuai dengan rujukan pada peraturan pemerintah daerah, dapat dilakukan 6 bulan sekali atau pertahun. adapun nilai ambang batas (NAB) udara ambien adalah sebagai berikut :
1. Udara Ambien
Kualitas udara ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif cemaran udara terhadap lingkungan.
Kualitas udara ambien ditentukan oleh :
  1. Kualitas emisi cemaran dari sumber cemaran
  2. Proses transportasi, konversi dan penghilangan cemaran di atmosfir
Fungsi dari nilai ambang batas Baku mutu udara ambien dapat dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
  1. Baku Mutu Primer
Untuk melindungi pada batas keamanan yang mencukupi (adequate margin safety) kesehatan masyarakat dimana secara umum ditetapkan untuk melindungi sebagian masyarakat (15-20%) yang rentan terhadap pencemaran udara
  1. Baku Mutu Sekunder
Untuk melindungi kesejahteraan masyarakat (material, tumbuhan, hewan, dll) dari setiap efek negatif pencemaran udara yang telah diketahui atau yang dapat diantisipasi.
Berikut disajikan standart Baku Mutu Udara Ambien Nasional :
PARAMETER
WAKTU PENGUKURAN
BAKU MUTU
METODE ANALISA
PERALATAN
SO2
(Sulfur Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
900 µg/Nm3
365 µg/Nm3
365 µg/Nm3
Para-rosanilin

Spektrofotometer
CO
(Karbon Monoksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
30.000 µg/Nm3
10.000 µg/Nm3
Non Dispersive Infrared (NDIR)
NDIR Analyzer
NO2
(nitrogen dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Tahun
400 µg/Nm3
150 µg/Nm3
100 µg/Nm3
Saltzman
Spektrofotometer
O3 (Oksida)
1 Jam
1 Tahun
235 µg/Nm3
50 µg/Nm3
Chemilumi-nescent
Spektrofotometer
Hc (Hidro Carbon)
3 Jam
160 µg/Nm3
Flamed Ionization
Gas
Chromatografi
PM10 (Partikel < 10 mm)
24 Jam
150 µg/Nm3
Gravimetrik
Hi – Vol
PM2,5 (*) (Partikel <2,5mm)
24 Jam
1 Tahun
65 µg/Nm3
15 µg/Nm3
Gravimetrik
Gravimetrik
Hi – Vol
Hi – Vol
TSP (Debu)
24 Jam
1 Tahun
230 µg/Nm3
90 µg/Nm3
Gravimetrik
Hi – Vol
Pb (Timah Hitam)
24 Jam
1 Tahun
2 µg/Nm3
1 µg/Nm3
Gravimetrik
Ekstraktif
Pengabuan
Hi – Vol

AAS
Dustfall (Debu Jatuh)
30 Hari
10 Ton/km2/Bulan (Pemukiman)
10 Ton/km2/Bulan (industri)
Gravimetrik

Cannister
Total Fluorides (as F)
24 Jam
90 Hari
3 µg/Nm3
0,5 µg/Nm3
Spesific Ion
Electrode
Impinger atau Countinous Analyzer
Flour Indeks
30 Hari
40 µg/100 cm2
Dari kertas limed filter
Colourimetric
Limed Filter paper
Khlorine & Khlorine Dioksida
24 Jam
150 µg/Nm3
Spesific Ion Electrode
Imping atau Countinous Analyzer
Sulphat Indeks
30 Hari
1 mg SO3/100 cm3 dari lead peroksida
Colourimetric
Lead
Peroxida Candle

Catatan : Flour Indeks dan Sulphat Indeks hanya diberlakukan untuk daerah/kawasan industri kimia dasar seperti : Industri petrokimia, Industri pembuatan asam sulfat

B.       PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
Jika pengendalian pencemaran ingin diterapkan, maka berbagai pendekatan dapat dipilih untuk menentukan metoda pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran yang dapat dilakukan meliputi pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran sehingga senyawa pencemar itu tidak berbahaya lagi baik untuk lingkungan fisik dan biotik maupun untuk kesehatan manusia.
Pengendalian senyawa pencemar pada sumber merupakan upaya yang paling berhasil-guna bahkan pengendalian ini dapat mengghilangkan atau paling sedikit mengurangi kadar senyawa pencemar dalam aliran udara atau fasa yang dibebaskan ke lingkungan. Pengendalian pencemaran dapat dicapai dengan pengubahan:
1)      Jenis senyawa pembantu yang digunakan dalam proses industri
2)      Jenis peralatan proses industri
3)      Kondisi operasi, dan
4)      Keseluruhan proses produksi itu sendiri.
Pemilihan tingkat kerja (actions) itu selalu dikaitkan dengan penilaian ekonomik seluruh produksi. Hal-hal yang menyulitkan adalah proses produksi yang berada di bawah lisensi. Jika pembentukan senyawa pencemar ini tidak dapat dihindarkan lagi, maka pemasangan alat untuk menangkap senyawa ini harus dilakukan. Secara umum penghilangan senyawa pencemar yang akan memasuki atmosfer adalah metoda yang didasarkan atas pengurangan (reduction) senyawa pencemar.
Berbagai jenis alat pengumpul (collectors) didasarkan atas pengurangan kadar debu saja atau kadar debu dan gas. Prinsip pengurangan kadar debu dalam aliran gas yang dibebaskan ke lingkungan diantaranya:
1.      Pemisah Brown
Pemisahan jenis ini menerapkan gerakan partikel menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang ukuran 0.01-0.05 mikron. Alat yang dipatenkan dibentuk dengan susunan filament gelas dengan jarak antar filament yang lebih kecil dari lintasan bebas rata-rata partikel.
2.      Penapisan
Deretan penapis atau penapis kantung (filter bag) akan dapat menghilangkan debu hingga ukuran diameter 0.1 mikron. Penapis ini dibatasi oleh pembebanan yang rendah, karena pembersihan membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi. Susunan penapis yang bias digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu higroskopik. Temperature gas buang dibatasi oleh komposisi bahan penapis.
Electrostatic Precipitator

3.      Pengendap elektrostatik
Alat ini memberikan tegangan tinggi pada aliran gas berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh adalah debu yang kering dengan ukuran rentang 0.3-0.5 mikron. Tetapi secara teoritik ukuran partikel yang dapat dikumpulkan tidak memiliki batas minimum.

4.        Pengumpul sentrifugal
Pemisah debu dari aliran gas didasarkan atas gaya sentrifugal yang dibangkitkan oleh bantik saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas berputar (vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul di dasar alat. Alat yang menggunakan prinsip ini dapat digunakan untuk pemisahan partikel besar dengan rentang ukuran diameter hingga 10 mikron.
5.      Pemisah inersia
Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel di dalam aliran gas. Pemisahan ini menggunakan susunan penyekat, sehingga partikel akan bertumbukan dengan penyekat ini dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Kendala daya guna ditentukan oleh jarak antar penyekat. Alat yang didasarkan atas prinsip gaya inersia bekerja dengan baik untuk partikel yang memiliki ukuran diameter lebih besar dari pada 20 mikron. Rancangan yang baru dapat memisahkan partikel yang berukuran hingga 5 mikron.
6.      Pengendapan akibat gaya gravitasi
Rancangan alat ini didasarkan perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran diameter yang lebih besar dari pada 40 mikron dan tidak digunakan sebagai pemisah debu tingkat akhir. (Teller, 1972)
Dan untuk prinsip pengurangan kadar debu dan gas secara simultan hasil dari kegiatan industri adalah:
1.      Menara percik
Prinsip kerja pada menara percik ini adalah aliran gas yang berkecepatan rendah bersentuhan dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk butir. Alat ini merupakan alat yang relative sederhana dengan kemampuan penghilangan pada tingkat sedang (moderate). Alat dengan prinsip ini dapat mengurangi kandungan debu dengan rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan gas yang larut dalam air.


2.      Siklon basah
Modifikasi siklon ini menangani gas yang berputar lewat percikan air. Butiran air yang mengandung dan gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama atas dasar gaya sentrifugal. Slurry ini dikumpulkan di bagian bawah siklon. Siklon jenis ini lebih efektif daripada menara percik. Rentang ukuran diameter debu yang dapat dipisahkan adalah 3-5 mikron.


 
Irrigated Cyclone Scrubber

3.      Pemisahan venturi
Rancangan pemisahan venturi ini didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi dan berkisar antara 30-150 meter per detik pada bagian yang disempitkan dan gas bersentuhan dengan butir air yang dimasukan di daerah itu. Alat ini dapat memisahkan partikel hingga ukuran 0.1 mikron dan gas yang larut dalam air.

4.      Tumbukan pada piringan yang berlubang
Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini berkecepatan 10 hingga 30 meter per detik. Gas ini membentur lapisan air hingga membentuk percikan air. Percikan ini akan bertumbukan dengan penyekat dan air akan meyerap gas serta mengikat debu. Gas yang memiliki kelarutan sedang dapat diserap dengan air dalam alat ini. Ukuran partikel paling kecil yang diserap adalah 1 mikron.

5.      Menara dengan packing
Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara persentuhan cairan dan gas di daerah antara packing. Aliran gas dan cairan dapat searah arus maupun berlawanan arah arus atau aliran melintang. Rancangan baru alat ini dapat menyerap debu yang lebih besar dari 10 mikron.

6.      Pencuci dengan pengintian
Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan partikel yang dapat ditangani berukuran hingga 0.01 mikron serta dikumpulkan pada permukaan filament.

7.      Pembentur turbulen
Penyerapan partikel dilakukan dengan cara mengalirkan aliran gas lewat cairan yang berisi bola-bola berdiameter 1-5 cm. Partikel dapat dipisahkan dari aliran gas, karena debu bertumbukan dengan bola-bola itu. Efisiensi penyerapan gas bergantung pada jumlah tahap yang digunakan.
Upaya pembersihan aliran gas atau udara sebelum dibebaskan ke lingkungan dapat dihubungkan dengan kebutuhan proses produksi, perolehan produk samping atau perlindungan lingkungan. Seringkali alat ini merupakan bagian integral dari suatu proses, jika sasaran utama adalah penghilangan gas yang beracun atau mudah terbakar.
Debu ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas (trace, apparent, bulk density), daya kohesi, sifat higroskopik dan lain-lain. Variable yang aneka ragam ini mengakibatkan pemilihan alat dan system pengendalian pencemaran udara oleh debu dan gas harus berhubungan dengan sasaran masalah pembersihan gas dan watak kinerja alat disamping penilaian ekonomik.
Penggunaan alat pengendalian pencemaran di dalam suatu system produksi harus dikaji sesuai dengan watak proses, watak gas yang dibuang, kondisi operasi dan biaya. Masalah rancangan proses pengendalian merupakan kegiatan yang menentukan dalam pemilihan system dan teknologi pengendalian pencemaran udara dalam industry.

8.      Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara
Teknologi pengendalian pencemaran udara dalam suatu plant atau tahap proses dirancang untuk memenuhi kebutuhan proses itu atau perlindungan lingkungan. Teknologi ini dapat dipilih dengan penerapan susunan alat pengendali sehingga memenuhi persyaratan yang telah disusun dalam rancangan proses.
Rancangan proses pengendalian pencemaran ini harus dapat memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam peraturan pengelolaan lingkungan. Rancangan ini harus mempertimbangkan factor ekonomi. Jadi penerapan peralatan pengendalian ini perlu dikaitkan dengan perkembangan proses produksi itu sendiri sehingga memberikan nilai ekonomik yang paling rendah baik untuk instalasi, operasi dan pemeliharaan. Nilai ekonomik yang dihubungkan dengan biaya produksi ini masih sering dianggap cukup besar. Penilaian ekonomik yang dihubungkan dengan kemaslahatan masyarakat kurang ditinjau, karena analisis ini kurang dapat dipahami oleh pihak industriawan. Dengan demikian penerapan peraturan harus dilaksanakan dan diawasi dengan baik, agar penerapan teknologi pengendalian ini bukan hanya sekedar memasang alat pengendalian pencemaran udaram tetapi kinerja alat ini tidak memenuhi persyaratan.
Teknologi pengendalian ini perlu dikaji dengan seksama, agar penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan. System pengendalian ini harus diawali dengan memahami watak emisi senyawa pencemar dan lingkungan penerima. Teknologi pengendalian yang sempurna akan membutuhkan biaya yang besar sekali sehubungan dengan dimensi alat, kebutuhan energy, keselamatan kerja dan mekanisme reaksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi pengendalian atau rancangan system pengendalian meliputi:
1.      Watak gas buang atau efluen
2.      Tingkat pengurangan yang dibutuhkan
3.      Teknologi komponen alat pengendalian pencemaran
4.      Kemungkinan perolehan senyawapencemar yang bernilai ekonomik.
Watak efluen merupakan faktor penentu dan tidak dapat digunakan untuk penyelesaian semua jenis pengendalian pencemaran. Jadi watak fisik kimia dan efluen dan lingkungan penerima harus di fahami dengan baik. Kemungkinan fenomena sinergetik yang dapat berlangsung harus dapat di perkirakan, jika perubahan watak atau komposisi effluent atau proses produksi dapat berlangsung dalam waktu yang akan datang.
Rancangan sistem pengelolaan udara di daerah industri meliputi semua langkah perbaikan dan metode perlakuan yang menjamin hasil guna yang ekonomis untuk penyelesaian masalah. Pengkajian yang rinci harus dilakukan untuk sistem yang lengkap. Penilaian masalah pencemaran udara untuk sistem produksi meliputi tahap-tahap :
  1. Rancangan dan konstruksi
  2. Tahapan penilain masalah, meliputi :
    1. Penyajian plant
    2. Pengujian dan pengumpulan data
    3. Penentuan kriteria rancangan yang mencakup pengkajian watak efluaen dengan baku mutu lingkungan udara
  3. Tahap kajian teknis dan rekayasa, yaitu melaksanakan:
    1. Penilaian sistem dan teknologi pengendalian pencemaran, yang meliputi:
1)      Sumber perbaikan
2)      Metode perlakuan yang memperhatikan cara pengumpulan, pendidikan, disperse dan pembuangan, dan
3)      Perolehan kembali senyawa yang bernilai ekonomik.
    1. Kajian ekonomik yang meliputi investasi dan operasi
4.    Tahap rancangan dan konstruksi, meliputi:
a.    Pemilihan system pengendalian
b.    Rancangan proses dan rekayasa serta konstruksi








DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencamaran Udara
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
Setiadi, Tjandra. Prof. “Pengelolaan Limbah Industri”, Bandung: ITB.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar